Judi online telah menjadi salah satu masalah sosial yang kian marak di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi anak-anak dan remaja...
Ironisnya, meskipun banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meredam fenomena ini, hasilnya masih jauh dari memuaskan. Bahkan, sejumlah website pemerintah juga disusupi oleh iklan judi online, menunjukkan adanya celah besar dalam sistem keamanan siber negara.
Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pada tahun 2021, lebih dari 500.000 situs judi online telah diblokir. Meski jumlah ini tampak signifikan, kenyataannya adalah bahwa situs-situs baru terus bermunculan, menggantikan yang telah diblokir. Hal ini menunjukkan bahwa langkah-langkah yang diambil masih belum cukup efektif untuk mengatasi akar permasalahan.
Baca Juga: Gejala Autisme Politik Pilkada 2024
Di Kabupaten Jepara sendiri, fenomena judi online telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan dari Polres Jepara, dalam satu tahun terakhir, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah kasus yang dilaporkan, dengan ribuan orang terlibat dalam aktivitas ini.
Salah satu risiko judi online ialah mengakibatkan tingginya perceraian di Kabupaten Jepara. Per Juni 2024, Pengadilan Agama Jepara telah memutus sebanyak 824 perceraian. 532 di antaranya faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang dilatarbelakangi oleh judi online.
Mirisnya, upaya pemerintah untuk meredam fenomena ini hanya terbatas pada merazia dan menangkap para penjudi kecil, sementara para bandar besar seringkali lolos dari jerat hukum. Ini menimbulkan kesan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih, dan tidak mampu menyentuh para aktor utama di balik industri judi online.
Baca Juga: Mari Berkenalan dengan Economic Hit Man
Lebih parah lagi, sejumlah website pemerintah juga disusupi oleh iklan judi online. Insiden ini tidak hanya merusak citra pemerintah, tetapi juga menunjukkan adanya kelemahan serius dalam sistem keamanan siber negara. Jika situs yang seharusnya menjadi representasi dari otoritas dan integritas negara bisa begitu mudah disusupi, bagaimana masyarakat bisa merasa aman dan percaya bahwa pemerintah mampu melindungi mereka dari ancaman digital lainnya?
Kondisi ini seolah-olah menunjukkan ketidakbecusan pemerintah dalam memberantas judi online. Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya seperti surat cinta (edaran), namun hasilnya masih belum memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan terkoordinasi untuk menangani masalah ini.
Selain penegakan hukum yang lebih tegas, edukasi masyarakat tentang bahaya judi online juga harus ditingkatkan. Pemerintah juga harus memperkuat sistem keamanan sibernya untuk mencegah penyusupan lebih lanjut.
Dalam konteks kekinian, fenomena judi online ini tidak hanya merusak tatanan sosial, tetapi juga berpotensi menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi dan keamanan negara. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan tindakan yang lebih serius dari semua pihak, termasuk masyarakat internasional, untuk membantu Indonesia mengatasi masalah ini.
Dengan demikian, fenomena judi online adalah masalah kompleks yang memerlukan penanganan yang serius dan terintegrasi. Pemerintah harus bekerja lebih keras untuk menutup celah-celah yang masih ada, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam memerangi judi online.
Sebagai penutup, judi online adalah contoh nyata dari tantangan besar yang dihadapi oleh negara berkembang di era digitalisasi. Meskipun upaya telah dilakukan, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Semoga dengan meningkatnya perhatian dan kerjasama dari berbagai pihak, kita bisa bersama-sama mengatasi masalah ini dan membawa perubahan positif bagi Indonesia. [Muhammad Agung Prayoga - Anggota Biro Media PC PMII Kota Semarang]
COMMENTS