Dulu Aidit pernah bilang bahwa PKI menerima Pancasila secara keseluruhan dan PKI juga menentang pemretelan pancasila. Ini terjadi karena ...
Dulu Aidit pernah bilang bahwa PKI menerima Pancasila secara
keseluruhan dan PKI juga menentang pemretelan pancasila. Ini terjadi karena PKI
menganggap semua sila dalam Pancasila sama-sama penting, termasuk sila
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai satu kesatuan dalam Pancasila.
Namun, Aidit dan PKI dianggap bermuka dua oleh lawan-lawan
politiknya. Hal ini terjadi karena PKI yang mengakui sila Ketuhanan dengan
konsekuensi tidak boleh ada propaganda anti-agama maupun pemaksaan dalam
beragama, sering menyerang umat beragama -khusunya muslim- dalam pertunjukan
kesenian dengan judul yang kontroversial dan tentu menyakiti umat beragama.
Sebut saja misal pertunjukan ludruk dengan lakon Matine Gusti
Allah, Gusti Allah Dadi Manten, Gusti Allah Mantu, dan Malaikat Kimpoi (Aris
Setiawan dalam Jawa Pos, Ludruk, Lakon, dan Lekra, 2 Oktober 2016). Bisa
dibayangkan bukan, muslim mana yang tidak sakit hati jika Tuhan yang mereka
sembah, dijadikan sebagai lakon ludruk yang jelas-jelas menyalahi sifat-Nya
yang tertera dalam surat Al-Ikhlas?
Hingga akhirnya terjadilah peristiwa G30/S -yang memiliki banyak
versi- dan menjadi awal kehancuran PKI. Dalam beberapa buku disebutkan pula
terjadi pembantaian masal terhadap kader, anggota, dan simpatisan, dan bahkan orang-orang yang
tidak tahu menahu tentang PKI. Mereka dihabisi karena dianggap memberontak pada
negara, merongrong NKRI, dan ingin mengganti Pancasila. Sakit hatinya umat islam
saat itu, hanyalah bumbu penyedap yang diracik oleh Soeharto untuk melenyapkan
PKI maupun lawan-lawan politiknya (bagian ini, tentu saja memiliki banyak versi
mengenai kenapa terjadi G-30/S). Namun yang jelas ada upaya merongrong NKRI dan
Pancasila, dan PKI dianggap sebagai pelakunya karena beberapa faktor, sehingga
harus dihukum dan dibubarkan.
Lalu apa hubungan antara Partai Komunis Indonesia dan Pengusung
Khilaf(ah) di Indonesia?
Tak jauh beda dengan PKI (komunis), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
sebagai Pengusung Khilafa(ah) di Indonesia, sering menyebut bahwa mereka sama
sekali tidak anti-Pancasila, namun dalam kampanye-kampanyenya dengan sangat
jelas mereka ingin menegakkan Khilafah Islamiyyah di Indonesia. Bahkan
mereka tak segan menyebut penggunaan asas tunggal pancasila dalah tindakan
syirik pada Allah. (Kalau tidak percaya silakan buka link ini).
Ucapan yang tidak sesuai dengan tindakan, tentu saja bisa disebut
dengan bermuka dua, kalau saya tidak boleh menyebutnya sebagai munafiq. Berkata
A di satu sisi, namun bertindak B di sisi lain. Silakan buka hadis tentang
ciri-ciri orang munafiq yang seingat saya muttafaq alaih, diriwayatkan
dan disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Perbedaannya, hanya saja HTI belum melakukan pemberontakan
bersenjata seperti yang pernah dilakukan oleh PKI -dalam satu versi-. HTI
sebagai Pengusung Khilaf(ah) di Indonesia, baru melakukan makar dalam
gagasan-gagasan mereka, belum sampai pada tindakan bersenjata.
Perbedaan lain, HTI sebagai organisasi yang masih unyu-unyu
belum pernah menyakiti hati umat islam secara keseluruhan. Gagasan makar
mereka, hanya menyakiti kelompok-kelompok Islam nasionalistik seperti NU dan
Muhammadiyah yang pernah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, memperjuangkan
NKRI dan Pancasila dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI sehingga lahirlah
kalimat Ketuhanan Yang Mahas Esa yang disusun oleh Ki Bagus Hadikusumo, anggota
BPUPKI yang keras menentang penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, namun
pada akhirnya bersedia menghapus tujuh kata tersebut karena kesadaran bahwa
Indonesia bukan hanya bagian barat -mayoritas muslim-, namum ada juga bagian
timur -mayoritas non muslim-.
Bagaimanapun juga, gagasan makar HTI juga harus diwaspadai. Karena
semua tindakan, pada awalnya bermula dari ide dan gagasan. Sama seperti gagasan
kemerdekaan Indonesia yang berujung pada perjuangan riil untuk merebut
kemerdekaan dari tangan penjajah. Sehingga HTI, harus dibubarkan sebelum makar
mereka termanifestasi dalam tindakan yang tentunya akan merugikan banyak pihak.
Sebagai catatan, kami tidak pernah membenci saudara-saudara kami di
HTI sebagai manusia. Kami hanya membenci tindakan mereka yang mengharamkan
demokrasi, menyebut penerimaan terhadap Pancasila sebagai syirik, dan
pemerintaham NKRI sebagai thaghut dalam kampanye-kampanye mereka.
Ada banyak hal yang membuat kami begitu mencintai NKRI dan
pancasila. Diantaranya adalah fatwa dari Hadratus Syaikh kami, K. H. Hasyim
Asy'ari, “Hubbul Wathan min al Iman,” cinta tanah air adalah sebagian
dari iman. Juga nasihat dari K. H. Ahmad Shiddiq (Rais Aam PBNU 1984-1989),
bunyinya "Pancasila dan Islam adalah hal yang dapat sejalan dan saling
menunjang. Keduanya tidak bertentangan dan jangan dipertentangkan,".
Sehingga menyebut penerimaan terhadap pancasila adalah syirik, menyebut NKRI
adalah taghut juga merupakan penghinaan pada ulama' kami dan juga pada
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sekali dayung, dua pulau terlampaui.
Ngaliyan, 4 Mei 2017
Penuh cinta pada Agama dan Negara.
M. Zainal Abidin, Wakil Ketua II PC PMII Kota Semarang
COMMENTS